Cukup Sudah
Karya Meryna Juaeni
Panggil aku Rara. Seorang
wanita yang baru saja menikah. Aku anak kedua dari tiga bersaudara. Kakakku sudah
menikah tiga tahun yang lalu, dan sekarang tinggal di Lembang bersama istri dan
mertuanya. Tinggal aku dan adikku yang masih duduk di bangku SMA menemani kedua
orang tua kita disebuah Rumah sederhana. Aku seorang mahasiswi yang tinggal
menyelesaikan skripsi yang sebetulnya sudah lama aku ingin tuntaskan. Namun,
apa boleh buat aku harus menikah sebelum menuntaskan kuliah akuntansiku.
Tidak pernah ku sangka
bisa melanjutkan pendidikan sampai Sarjana seperti sekarang ini. Karena begitu
banyak liku-liku masalah yang menghadangku. Sekitar empat tahun yang lalu
keluargaku ditimpa bencana yang teramat dahsyat, dan itu akibat ulahku. Entah karena
apa aku bisa khilaf seperti itu, mungkin karena pergaulanku yang carut marut. Kalau
saja aku tidak menceritakan pada keluargaku, mungkin aku sudah tak bernyawa
lagi akibat putus asa.
Berbagai usaha kami
lakukan demi menutupi kesalahan terbesarku. Dan karena hal itu, adikku Kesha
menjadi cemburu padaku. Ibu dan ayahku akhir-akhir ini memberikan perhatian
yang lebih kepadaku. Rasa canggung mulai membisik dalam hatiku, seraya ku
pandangi wajah adikku yang membuatku menjadi simpati padanya. Namun, tidak
mungkin rasanya aku menceritakan masalah yang terjadi karena ulahku.
Seiring bertambahnya hari
yang berganti bulan meninggalkan masa laluku. Aku tersapa oleh cinta yang
muncul dari seorang pria yang cukup mengenaliku saat SMA dulu. Kedewasaannya kini
lebih tampak dari biasanya, mungkin karena aku mulai jatuh cinta padanya. Dan ketika
itu aku juga dikenalkan pada orang tuanya. Bahagia yang teramat indah, dan saat
itu aku berharap ia akan serius menjalani hubungan kita.
Satu tahun kami sudah
berpacaran. Namun, malangnya ia tahu aibku juga. Entah dari siapa ia
mengetahuinya. Pedih sangat pedih ketika ia putuskan hubungan denganku saat
hari Raya Idul Fitri, yang semestinya
aku meraih kemenangan dan kebahagia.
Belum kering rasanya
sakit dalam hati ini. Ia kini tengah memilih orang lain yang jauh lebih muda
daripadaku, dan pastinya tidak kotor sepertiku. Setelah kejadian itu aku merasa
harus sendiri dulu. Sibukkan diri untuk melupakan semuanya.
Hidup tetap berjalan, dan
aku juga menemukan sosok pria lagi dalam kehidupanku. Aku bertemu dan
mengenalinya ketika aku mulai membuka usaha kecil dari orang tuaku. Mungkin ibuku
sengaja memberikan usaha itu supaya aku tak berlarut-larut dan meratapi hidup
malangku.
Jatuh dikesalahan yang
sama. Lagi-lagi aku melakukan hal yang membuat hancur hidup dan masa depanku. Aku
ini bodoh! Dan pastinya Tuhan kini marah
besar pada sikapku. Hukuman yang sangat memalukan dan merupakan dosa
terbesarku, hamil di luar nikah. Penyesalan teramat dalam yang ku lihat dari
wajah kedua orang tuaku.
“sudah gagal aku mendidik
anakku sendiri. Dan aku tidak ingin Kesha
mengalami keburukkan yang sama dengan kakaknya”. Kata ayahku
Saat itu adikku dilarang berpacaran
oleh ayah dan ibukku sebelum lulus kuliahku nanti. Sedihku bertambah, gara-gara
ulahku Kesha menjadi sasarannya. Kasihan ia tidak bisa menikmati masa remajanya
seperti teman-temannya yang lain.
Mau tidak mau keluargaku
meminta pertanggungjawaban kepada Sandi, orang yang menghamiliku. Dan anugrah
Tuhan ia mau menikahiku. Dan lagi-lagi aku malu pada Tuhan, Tuhan tak
membiarkan masa laluku merusak kebahagiaanku saat hari pernikahanku.
Kini aku sudah melahirkan
bayi perempuan. Semoga ia tidak akan mengalami kepahitan seperti ibunya ini. Dan
saat itu pula aku menutup rapat-rapat masa laluku, karena aku yakin setiap
manusia pasti memiliki masa lalu.